Peringatan Maulid Nabi


MAKALAH
PERINGATAN MAULID NABI
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Amaliyah An-Nahdliyah
Yang dibina oleh Bapak Imam Nurngaini M.Pd.

















Oleh :
Bharin Rizqi Waridhon                                        1755201003
Sodo Purwito S                                                    1721201041







UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA BLITAR
MKDU C2 PAGI
APRIL 2018



KATA PENGANTAR

      Dengan menyebut nama Allah SWT Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga makalah tentang Peringatan Maulid Nabi ini dapat terselesaikan dengan baik. Tak lupa sholawat serta salam kami tujukan kepada nabi agung Muhammad SAW yang mana kita nantikan syafaatnya di yaumul kiyamah.
Kami sebagai penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Ka. PRODI Ilmu Komputer Bpk Abdullah Umar dan tak lupa kepada dosen pengampu mata kuliah Amaliyah An-Nahdliyah Bapak Imam Nurngaini yang telah memberikan tugas makalah ini.
      Maksud diterbitkan makalah dengan judul Peringatan Maulid Nabi adalah      Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para pembaca. Sangat diperlukan saran serta kritik yang membangun guna menyempurnakan makalah ini. Tak lupa kami selaku penulis mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada terdapat salah kata maupun ejaan dalam karya tulis kami.

                                                                                    Blitar, 1 April 2018


Penyusun


DAFTAR ISI

BAB I
1.1  Latar Belakang....................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah................................................................... 2
1.3  Tujuan..................................................................................... 2
BAB II
2.1  Sejarah Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW............... 3
2.2  Hukum Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW......... 4
2.3  Implementasi dalam Kehidupan Sehari-hari........................... 7
BAB III
3.1  Kesimpulan............................................................................. 8
3.2  Saran....................................................................................... 8
Daftar Pustaka.................................................................................... 9



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Maulid Nabi Muhammad SAW kadang-kadang Maulid Nabi atau Maulud
saja (bahasa Arab: مولد النبي‎, mawlid an-nabī), adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang di Indonesia perayaannya jatuh pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah. Kata maulid atau milad dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad. Muhammad (Arab: محمد‎; lahir di Mekkah, 570 M – meninggal di Madinah, 8 Juni 632 M) adalah seorang nabi dan rasul terakhir bagi umat Muslim. Muhammad memulai penyebaran ajaran Islam untuk seluruh umat manusia dan mewariskan pemerintahan tunggal Islam. Muhammad sama-sama menegakkan ajaran tauhid untuk mengesakan Allah sebagaimana yang dibawa nabi dan rasul sebelumnya. Lahir pada tahun 570 M di Mekkah, Muhammad melewati masa kecil sebagai yatim piatu. Muhammad dibesarkan di bawah asuhan kakeknya Abdul Muthalib kemudian pamannya Abu Thalib. Beranjak remaja, Muhammad bekerja sebagai pedagang. Muhammad kadang-kadang mengasingkan diri ke gua sebuah bukit hingga bermalam-malam untuk merenung dan berdoa. Diriwayatkan dalam usia ke-40, Muhammad didatangi Malaikat Jibril dan menerima wahyu pertama dari Allah. Tiga tahun setelah wahyu pertama, Muhammad mulai berdakwah secara terbuka, menyatakan keesaan Allah dalam bentuk penyerahan diri melalui Islam sebagai agama yang benar dan meninggalkan sesembahan selain Allah. Muhammad menerima wahyu berangsur-angsur hingga kematiannya. Praktik atau amalan Muhammad diriwayatkan dalam hadis, dirujuk oleh umat Islam sebagai sumber hukum Islam bersama Al-Quran. Peringatan Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh Raja Irbil (wilayah Irak sekarang), bernama Muzhaffaruddin Al-Kaukabri, pada awal abad ke 7 Hijriyah. Ibn Katsir dalam kitab Tarikh berkata:
Sultan Muzhaffar mengadakan peringatan Maulid Nabi pada bulan Rabi'ul Awal. Dia merayakannya secara besar-besaran. Dia adalah seorang yang berani, pahlawan, alim dan seorang yang adil – semoga Allah merahmatinya.
Masyarakat Muslim di Indonesia umumnya menyambut Maulid Nabi dengan mengadakan perayaan-perayaan keagamaan seperti pembacaan shalawat nabi, pembacaan syair Barzanji dan pengajian. Menurut penanggalan Jawa, bulan Rabiul Awal disebut bulan Mulud, dan acara Muludan juga dirayakan dengan perayaan dan permainan gamelan Sekaten.


1.2  Rumusan Masalah
1.      Jelaskan Sejarah Peringatan Maulid Nabi di Indonesia.
2.      Sebutkan dan Jelaskan Hukum Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
3.      Bagaimana Implementasi Peringatan Maulid Nabi dengan Kehidupan sehari-hari.

1.3  Tujuan
1.      Mahasiswa mampu menjelaskan tentang sejarah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
2.      Mahasiswa dapat menjelaskan dan paham tentang hukum memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
3.      Mahasiswa mampu mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Sejarah Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
Hari ini, sekitar 1.400 tahun lalu, sosok bayi yang mulia lahir ke dunia.
Sang Ayah, Abdullah bin Abdul Muthalib, menamai putra yang dilahirkan sang istri, Aminah, itu Muhammad. Lahirnya bayi yang kemudian menjadi Nabi ini merupakan momentum yang disambut penuh keceriaan oleh umat Islam sedunia. Mereka pun memperingatan hari Maulid Nabi Muhammad SAW dengan cara masing-masing. Umat Islam sempat bingung mengenai hukum memperingati hari lahirnya Nabi. Penyebabnya, Rasulullah sendiri maupun para sahabat tidak pernah mencontohkan peringatan ini. Ditambah lagi, awal mula dilaksanakannya peringatan ini untuk pertama kalinya juga masih simpang siur. Bahkan ada banyak versi mengenai peringatan ini. Naskah tertua mengenai peringatan Maulid Nabi adalah karya Jamaluddin Ibn Al Ma'mun, putra Al Ma'mun Ibn Bata'ihi, yang pernah menduduki posisi Perdana Menteri pada Dinasti Fatimiyah. Karya tersebut dikutip oleh Al Maqrizi dalam kitabnya, Mawa'iz Al I'tibar fi Khitat Misr Wa Al Amsar. Tetapi, catatan Al Maqrizi menyebut peringatan Maulid Nabi diselenggarakan pada tanggal 13 Rabiul Awal. Saat itu, khalifah Dinasti Fatimiyah menggelar peringatan Maulid Nabi dengan membagikan 6.000 dirham, 40 piring kue, gula-gula, caramel, madu, dan minyak wijen. Tidak ketinggalan 400 liter manisan dan 100 liter roti. Peringatan itu kemudian selalu digelar pada tanggal 12 atau 13 Rabi'ul Awal oleh pemerintah. Biasanya diisi ceramah, pembacaan ayat suci Alquran, serta pemberian hadiah. Saat Dinasti Fatimiyah runtuh oleh gempuran Shalahuddin Al Ayyubi, tokoh utama Dinasti Ayyubiyah yang beraliran Sunni, tetap mengadakan peringatan Maulid. Peringatan ini dianggap sebagai wadah paling efektif dalam menumbuhkan kecintaan kepada Rasulullah Muhammad SAW dan Islam. Selain itu juga membangkitkan semangat jihad pasukan Islam. Catatan lain menyebut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW juga digelar pada masa Dinasti Ayyubiyah di abad 10 Masehi. Tujuannya untuk memicu semangat mencontoh pribadi Nabi. Kala itu, kondisi umat sedang terpuruk lantaran gempuran Pasukan Salib. Semangat tempur pasukan Islam pun melemah. Shalahuddin sebagai sultan sekaligus panglima perang menggembleng kembali semangat Pasukan Islam untuk bertempur melawan Pasukan Salib. Saat itulah Maulid Nabi dianggap sebagai tonggak kebangkitan umat Islam kala itu. Hingga saat ini, peringatan Maulid Nabi tetap digelar di sejumlah negara. Bahkan di Irak dan Mesir, peringatan ini digelar dengan sangat meriah dalam bentuk festival. Umat Islam di Indonesia sendiri hingga saat ini terus menggelar perayaan Maulid Nabi. Ini karena Maulid Nabi adalah momentum untuk terus meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah Muhammad SAW, Nabi Akhir Zaman.


2.2  Hukum Merayakan Maulid Nabi
Merayakan hari ulang tahun tidak memiliki dasar (landasan) dalam syariat.
Bahkan hal itu termasuk bid’ah berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,


“Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam urusanku ini (agama) yang tidak ada dasarnya, maka hal itu tertolak.” Hadits ini disepakati keshahihannya. Dalam lafadz Muslim dan Bukhari meriwayatkan secara mu’allaq dalam kitab Shahih-nya dengan shighah jazm (tegas),



“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak ada dasarnya dari kami, maka amal tersebut tertolak.” Telah diketahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merayakan hari lahirnya sepanjang hidup beliau dan beliau tidak pula memerintahkan hal itu. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pula mengajarkan kepada para sahabat dan juga khulafaur rasyidin (tidak mengajarkan atau mencontohkannya). Seluruh sahabat tidak merayakan maulid nabi. Padahal mereka adalah orang yang paling mengetahui sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, paling mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan orang yang paling bersemangat dalam mengikuti ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika merayakan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu disyariatkan, tentu mereka akan bersegara melaksanakannya. Demikian pula tidak ada satu pun sahabat di masa kejayaan (Islam) yang mengerjakannya dan tidak pula memerintahkannya. Sehingga bisa diketahui bahwa hal itu bukanlah termasuk bagian dari syariat yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kami bersaksi kepada Allah Ta’ala dan seluruh kaum muslim, seandainya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan atau memerintahkannya, atau para sahabat radhiyallahu ‘anhum memerintahkan hal itu, kami akan bersegera melaksanakannya dan mendakwahkannya. Karena kami, alhamdulillah, bersemangat untuk mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengagungkan perintah dan larangan nabinya. Kami memohon kepada Allah Ta’ala untuk diri-diri kami dan juga seluruh saudara kami kaum muslimin, agar diberikan keteguhan di atas kebenaran, dan diselamatkan dari berbagai hal yang menyelisihi syariat Allah Ta’ala. Sesungguhnya Allah Ta’ala adalah Dzat Yang maha mulia. Pertama, malam kelahiran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak diketahui secara pasti kapan. Bahkan sebagian ulama masa kini menyimpulkan hasil penelitian mereka bahwa sesungguhnya malam kelahiran beliau adalah pada tanggal 9 Robi’ul Awwal dan bukan malam 12 Robi’ul Awwal. Oleh sebab itu maka menjadikan perayaan pada malam 12 Robi’ul Awwal tidak ada dasarnya dari sisi latar belakang historis.

Kedua, dari sisi tinjauan syariat maka merayakannya pun tidak ada dasarnya. Karena apabila hal itu memang termasuk bagian syariat Allah maka tentunya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya atau beliau sampaikan kepada umatnya. Dan jika beliau pernah melakukannya atau menyampaikannya maka mestinya ajaran itu terus terjaga, sebab Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Quran dan Kami lah yang menjaganya.” (QS. Al-Hijr: 9)
Sehingga tatkala ternyata sedikit pun dari kemungkinan tersebut tidak ada yang terbukti maka dapat dimengerti bahwasanya hal itu memang bukan bagian dari ajaran agama Allah. Sebab kita tidaklah diperbolehkan beribadah kepada Allah ‘azza wa jalla dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan cara-cara seperti itu. Apabila Allah ta’ala telah menetapkan jalan untuk menuju kepada-Nya melalui jalan tertentu yaitu ajaran yang dibawa oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam maka bagaimana mungkin kita diperbolehkan dalam status kita sebagai hamba yang biasa-biasa saja kemudian kita berani menggariskan suatu jalan sendiri menurut kemauan kita sendiri demi mengantarkan kita menuju Allah? Hal ini termasuk tindakan jahat dan pelecehan terhadap hak Allah ‘azza wa jalla tatkala kita berani membuat syariat di dalam agama-Nya dengan sesuatu ajaran yang bukan bagian darinya. Sebagaimana pula tindakan ini tergolong pendustaan terhadap firman Allah ‘azza wa jalla yang artinya,



“Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku kepada kalian.” (QS. Al-Maa’idah: 3)
Oleh sebab itu kami katakan bahwasanya apabila perayaan ini termasuk dari kesempurnaan agama maka pastilah dia ada dan diajarkan sebelum wafatnya Rasul ‘alaihish shalatu wa salam. Dan jika dia bukan bagian dari kesempurnaan agama ini maka tentunya dia bukan termasuk ajaran agama karena Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian.” Barang siapa yang mengklaim acara maulid ini termasuk kesempurnaan agama dan ternyata ia terjadi setelah wafatnya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam maka sesungguhnya ucapannya itu mengandung pendustaan terhadap ayat yang mulia ini. Dan tidaklah diragukan lagi kalau orang-orang yang merayakan kelahiran Rasul ‘alaihis shalatu was salam hanya bermaksud mengagungkan Rasul ‘alaihis shalaatu was salaam. Mereka ingin menampakkan kecintaan kepada beliau serta memompa semangat agar tumbuh perasaan cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui diadakannya perayaan ini. Dan itu semua termasuk perkara ibadah. Kecintaan kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ibadah. Bahkan tidaklah sempurna keimanan seseorang hingga dia menjadikan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai orang yang lebih dicintainya daripada dirinya sendiri, anaknya, orang tuanya dan bahkan seluruh umat manusia. Demikian pula pengagungan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk perkara ibadah. Begitu pula membangkitkan perasaan cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga termasuk bagian dari agama karena di dalamnya terkandung kecenderungan kepada syariatnya. Apabila demikian maka merayakan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah serta untuk mengagungkan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu bentuk ibadah. Dan apabila hal itu termasuk perkara ibadah maka sesungguhnya tidak diperbolehkan sampai kapan pun menciptakan ajaran baru yang tidak ada sumbernya dari agama Allah. Oleh sebab itu merayakan maulid Nabi adalah bid’ah dan diharamkan.
Kemudian kami juga pernah mendengar bahwa di dalam perayaan ini ada kemungkaran-kemungkaran yang parah dan tidak dilegalkan oleh syariat, tidak juga oleh indera maupun akal sehat. Mereka bernyanyi-nyanyi dengan mendendangkan qasidah-qasidah yang di dalamnya terdapat ungkapan yang berlebih-lebihan (ghuluw) terhadap Rasul ‘alaihish sholaatu was salaam sampai-sampai mereka mengangkat beliau lebih agung daripada Allah –wal ‘iyaadzu billaah-. Dan kami juga pernah mendengar kebodohan sebagian orang yang ikut serta merayakan maulid ini yang apabila si pembaca kisah Nabi sudah mencapai kata-kata “telah lahir Al-Mushthafa” maka mereka pun serentak berdiri dan mereka mengatakan bahwa sesungguhnya ruh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam hadir ketika itu maka kita berdiri demi mengagungkan ruh beliau. Ini adalah tindakan yang bodoh. Dan juga bukanlah termasuk tata krama yang baik berdiri ketika menyambut orang karena beliau tidak senang ada orang yang berdiri demi menyambutnya. Dan para sahabat beliau pun adalah orang-orang yang paling dalam cintanya kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam serta kaum yang lebih hebat dalam mengagungkan beliau daripada kita. Mereka itu tidaklah berdiri tatkala menyambut beliau karena mereka tahu beliau membenci hal itu sementara beliau dalam keadaan benar-benar hidup. Lantas bagaimanakah lagi dengan sesuatu yang hanya sekedar khayalan semacam ini?
Bid’ah ini -yaitu bid’ah Maulid- baru terjadi setelah berlalunya tiga kurun utama. Selain itu di dalamnya muncul berbagai kemungkaran ini yang merusak fondasi agama seseorang. Apalagi jika di dalam acara itu juga terjadi campur baur lelaki dan perempuan dan kemungkaran-kemungkaran lainnya. (Diterjemahkan Abu Muslih dari Fatawa Arkanil Islam, hal. 172-174).


2.3  Implementasi dalam Kehidupan
Nabi Muhammad merupakan suri tauladan dalam kehidupan kita. Setiap
orang akan mengidam-idamkan dan mencintai Rosulnya. Nabi Muhammad memiliki sifat sidik yang berarti jujur. Sikap inilah yang perlu kita aplikasikan kita implementasikan dalam kegiatan kita sehari-hari. Kejujuran sekarang merupakan sesuatu yang sangat langkah, maka dari itu pada momen maulid nabi ini mari kita kembali upgread nilai-nilai kejujuran kita. Yang kedua adalah sifat toleransi beliau terhadap seluruh umatnya. Semua umat beliau selalu menjadi no 1 dan tidak ada duanya. Tetapi beliau masih tetap menghargai pamanya yang mana telah menentang beliau begitu hebat terhadap ajaran-ajaran yang di amanahkannya.


BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Setiap umat islam pasti mengidam-idamkan Rosulnya. Peringatan Maulid
Nabi merupakan suatu penghormatan terhadap Nabi Muhammad yang telah membawa umat manusia dari jaman jahiliyah menuju jalan yang terang-benerang. Peringatan Maulid Nabi biyasa dilaksanakan pada tanggal 12 robiul awal yang mana bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad. Dalam memperingati maulid Nabi seseorang disunahkan untuk berpuasa seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Maka sikap kita sebagai mahasiswa dalam memperingati Maulid Nabi adalah dengan meningkatkan taqwa dan nilai-nilai kejujuran dan toleransi.

3.2  Saran
Kami sebagai penulis menyadari bahwa banyak kesalahan dalam penulisan
makalah ini. Kami berharap pembaca dapat memberikan saran ataupun kritik guna membangun dan menyempurnakan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA


[1]Baiquni, A. (2017, Desember 1). Sejarah Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Retrieved from http://www.Dream.co.id/orbid/sejarah-peringatan-maulid-nabi
[2]Wahyudi, A. (2009, Maret 7). Apa Hukum Merayakan Maulid Nabi? Retrieved from http://www.muslim.or.id/hukum-memperingati-maulid-nabi



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Logika Proposisional

Kalimat Berkuantor

Hardware, Software, dan Brainware