Valentine Day ajang Pengenalan Gender
Valentine
Day merupakan hari kasih sayang seluruh dunia. Valentine Day bertepatan pada
tanggal 14 Februari setiap tahun. Hari Valentine telah diadakan sejak
turun-temurun di Amerika Serikat. Namun pada hari ini banyak yang menyalah
gunakan hari kasih sayang ini dengan kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai dengan
budaya dan adat masyarakat Indonesia. Kegiatan pacaran adalah sesuatu yang
wajar dilakukan di hari Valentine ini. Tapi apakah kita tahu bahwa pacaran adalah
suatu hal yang tidak memandang kesetaraan gender.
Gender merupakan suatu konstruksi
sosial dari masyarakat. Konstruksi yang dimaksud adalah pemberian nilai atau
keputusan dari masyarakat tentang diri kita contoh kamu cantik, kamu baik, dll.
Pada saat pacaran banyak sekali laki-laki yang paling dominan dalam hal
tersebut. Yang dimaksud dominan adalah ketika mengajak jalan seseorang kekasih
yang membayat uang makan, biaya transportasi, dan jasa sopir pasti dilalukan
oleh laki-laki. Saya menganggap itu adalah suatu ketidaksetaraan gender. Ketika
kesetaraan gender telah mengakar pada pemikiran masyarakat pasti dalam suatu
hubungan saling mengerti satu sama lain. Karena kita tidak memandang apakah dia
perempuan ataupun dia laki-laki. Dalam Islam telah disebutkan bahwa perempuan
adalah bagian dari tulang rusuk laki-laki, dari situ berarti kita sama-sama
memiliki tulang rusuk yang sama dan kita juga manusia yang sama apakah tidak
bisa disamakan dalam hal dominasi dalam hal hubungan diatas.
Di hari Valentine ini saya hendak
merubah prespektif dari seluruh masyarakat tentang laki-lakilah yang harus
berjuang menghidupi perempuan. Kasih sayang adalah saling toleransi dan saling
mengerti dengan semua orang, mengerti dengan keadaaan masing-masing pasangan.
Marilah kita rubah prespektif ini karena kita adalah generasi penerus bangsa
penerus cita-cita luhur. Dan Gender merupakan suatu peninggalan Ibu Kita
Kartini yang telah memperjuangkan hak-hak kaum wanita tertindas pada zaman itu.
Wanita jangan sampai menjadi bahan pelampiasan saja, wanita jangan sampai
menjadi seorang yang lemah. Karena dibalik pemimpin yang kuat terdapat wanita
di belakangnya.
Oleh :
Bharin
Rizqi Waridhon, Komisariat UNU Blitar
Komentar
Posting Komentar